Saya penasaran banget, para laki-laki, apa sih yang sebenernya bikin kalian takut nggak bisa jadi provider? Ayo, share pendapat kalian di kolom komentar, supaya kita bisa saling ngerti dan ngobrol bareng tentang perasaan dan ekspektasi ini! Karna "We listen, and we don't judge."

Jadi gini, dari sisi perempuan, saya paham banget kalau laki-laki tuh sering merasa beban banget dengan tanggung jawab untuk jadi provider. Gimana ya, kayak ada ekspektasi masyarakat yang bilang kalau laki-laki itu harus bisa ngasih hidup enak buat pasangannya. Tapi, ya, saya juga realistis. Nggak semua laki-laki umur 27-35 tahun langsung bisa dapet 1M per bulan, kan? Kecuali dia punya privilege, atau mungkin udah ngebangun usaha dari dulu. Kalau dia perintis, semua itu butuh waktu.

Pernah dan banyak pria berpikiran seperti itu. Anggap angin lalu saja. Pusing ngomong sama tembok soalnya😪😪

Ngomong langsung sama laki-lakimu mbak, beda laki-laki ya beda pola pikirnya. Kalau dia diajak ngobrol kayak ngajak ngobrol ke tembok, berarti apa? Dia tidak setertarik itu ke kamu mbak. Mundur mbak. Cari laki-laki yang tertarik sama kamu dan perjuangankan kamu. Berjuang sendiri lelah nanti mbak.

Saling ngobrol tp pada dicuekin yg udh sharing, positif think dulu maybe busy😊

Fitrah penciptaannya mbak 😊 Allah atur laki-laki sebagai pengurus/pemimpin keluarga dan bertanggung jawab menafkahi keluarganya (termasuk finansial), maka Allah berikan alias "install" pula program alias dorongan di dalam dirinya. Beda desain karena beda tugas~ setelan pabrik hehe.

Lah, sebagai pria itu yg dilihat adalah tanggung jawabnya. Apa saja? Salah satunya ya provider. Kenapa takut gak mampu? Simple aja, gaji alakadarnya dan tuntutan spek nabi, itu yg bikin banyak dari kami akhirnya berfikir seperti itu. Jangankan jadi provider deh, jadi pacar aja itu tuntutan dari pihak cewek udah seabrek (tergantung ceweknya) ini dari sudut panda realita. Kalau dari sudut pandang agama ada yg bilang, "nikah itu ada aja rejekinya" pertanyaannya, emang wanita cukup?

Sebenarnya dari semua komen semuanya mewakili sih. Tinggal kamu'a nih mba yg memberikan feedback'a. Soalnya mba'a ini ingin diskusi dua arah kan? 😅

Menarik. Saya memandang istri nantinya adalah titipan Allah. Sesederhana saya tidak mau mengecewakan Allah atas titipan-Nya.

Menarik nih. Menurut saya setuju tentu ini mengenai ekspektasi. Bisa jadi ekspektasi dari perempuannya, atau laki² itu sendiri. Padahal itu sangat relatif. Ini berbicara tentang bagaimana keduanya menemukan kesepakatan akan hal tersebut. Menurut saya menjadi pasangan berarti memiliki tanggung jawab bersama, sehingga solusinya ya mengomunikasikan ekspektasi masing-masing dan bersepakat.